Rabu, 13 April 2011

Sebungkus Asinan, Sebuah Teguran

‘Fabiayyi âlâi Rabbikumâ tukadzdzibân’

Subhanallah, kalimat itu selalu mampu menjadi pengingat bahwa terkadang masih jauh hati ini dari rasa syukur. Meskipun bukti-bukti karunia-Nya disebut jelas dalam ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Astaghfirullah.....

Siapa bilang air hujan akan membuat kita demam?itu hanya sugesti,itulah perkataan saya dalam hati sore ini. Demam itu karena virus, dan air hujan bukan virus, maka tak apalah hujan-hujanan sedikit sore ini, toh hanya gerimis. Tapi kemudian teringat juga bahwa memang benar air hujan bukan virus, dan air hujan tak layak disalahkan atas demamnya seseorang, tapi ini Jakarta, dimana polusi sudah diatas batas rata-rata, dimana air hujan itu akan bercampur dengannya sebelum jatuh ke tanah dan kepala saya. jadi kalau karena kehujanan kita akan sakit, itu logis juga. Hmm...pikiran manusia kadang memang rentan terhadap asumsi dan batas yang dibuatnya sendiri.

Ah sudahlah... Cukup sudah membahas hujan. Tujuan sebenarnya adalah jalan saja, jalan dari kantor ke kost sore ini di bawah hujan yang masih gerimis, dengan mampir ke suatu tempat terlebih dahulu. Kenapa kali ini memilih berjalan lagi, karena dengan berjalan saya bisa mencuri waktu untuk me-review kembali hari ini. Rasanya seharian berlalu dengan sangat cepat, tapi seolah-olah belum ada yang dilakukan. Kita selalu berinteraksi dengan orang lain, jadi sebenarnya wajar jika dalam rutinitas sehari-hari kadang ada permasalahan, yang seringkali terlalu menyita perhatian kita, membuat seolah-olah semua hal terasa sulit. Seringkali saya terlalu berlebihan menyikapinya. Namun kali ini mungkin saya diingatkan bahwa setiap kesulitan itu datang bersama penyelesaiannya, bersama kemudahannya. Apalagi yang perlu diragukan jika itu adalah janji Allah.

Segala hal membutuhkan sebuah proses, tak semuanya berjalan sesuai yang kita inginkan. Kadang kita melakukan kesalahan, dan itu wajar. Yang terpenting adalah bagaimana mempertanggungjawabkan kesalahan itu dan berusaha tidak mengulanginya di masa yang akan datang. Saya mempercayai bahwa seperti itulah konsepnya, dalam permasalahan seperti apapun. Namun kadangkala konsep itu terlupa dengan sendirinya. Begitu mudah terserang badmood manakala benar-benar menghadapi sesuatu diluar rencana, yang sebenarnya bukan permasalahan besar, hanya rutinitas biasa yang akan selesai juga nantinya, hanya butuh proses berikut prosedurnya.

Mungkin karena itu saya memilih untuk mengunjungi suatu tempat sebelum pulang sore ini. Tempat sederhana dimana kita bisa melihat anak-anak yang biasa mengamen di bus-bus kota juga sebenarnya berjuang untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik lagi. Disana saya menemukan bahwa saya kecil dibanding mereka. Kalau hal-hal kecil saja kadangkala membuat suasana hati kadang berubah menjadi buruk, bagaimana kalau saya yang berada di posisi mereka. Tak hanya itu, sore ini teramat malu karena salah seorang disana ternyata membawakan sesuatu untuk saya. Sebungkus asinan betawi. Tak bisa berkata apa-apa saat menerimanya. Saya bahkan baru ingat kalau pernah membicarakan tentang asinan betawi beberapa waktu lalu dan hari ini dibawakannya untuk saya. Dan siang tadi saat di kantor juga sempat membahas makanan ini bersama salah seorang teman. Ya Rabb....ternyata di tengah-tengah keterbatasan, masih selalu ada ruang untuk berbagi apapun termasuk keceriaan sekalipun.

Lalu sebungkus asinan itu saya bawa pulang, bersama pelajaran dan teguran yang tak akan pernah saya lupa. Bahwa sikap adalah pilihan kita yang muncul atas kemampuan kita dalam mengelola rasa.

13-Apr-2011
*menjelang tengah malam..

1 komentar: